Selasa, 24 April 2012

Makalah Pengembangan Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan dan pengembangan kurikulum. Sementara itu, mutu pendidikan bergantung pada mutu guru dan pemahamannya tentang seluk-beluk kurikulum.
Kemampuan membina dan mengembangkan kurikulum merupakan tuntutan professional guru. Sebab tugas guru adalah mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan. Upaya dalam mencapai tujuan itu memerlukan alat, dan alat yang digunakan adalah kurikulum.
Peran dan tugas guru dalam mengembangkan kurikulum berkaitan dengan level mana kurikulum dimaksudkan. Kurikulum pada level Nasional, pengembangannya dilakukan oleh suatu tim ahli di tingkat pusat. Sedangkan tugas guru disekolah pada umumnya hanya tinggal mengembangkan kurikulum pada tngkat pengajaran agar implementasi kurikulum berjalan secara efektif.
Namun sebagai orang yang bertugas mewujudkan kurikulum resmi dalam praktik pendidikan disekolah, guru diharapkan dapat memberikan umpan balik (feed back). Untuk itu pemahaman terhadap konsep dan teori pengembangan kurikulun perlu dimiliki sehingga berbagai keunggulan maupun kelemahan kurikulum resmi dapat diketahui.
Pembinaan kurikulum disekolah ditujukan untuk menjaga, mempertahankan dan mengupayakan agar kurikulum yang telah disusun dan diberlakukan berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan-tujuan pendidikan sesuai dengan tingkat dan jenisnya dapat dicapai oleh para siswa.
Oleh sebab itu para kepala sekolah dan guru tidak hanya dituntut menguasai kurikulum dengan segala perangkatnya tetapi juga perlu memiliki wawasan sikap dan kemampuan dalam membina dan mengembangkannya.
 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.

B .Komponen Kurikulum

Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3) metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.

1. Tujuan
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
• Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
• Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.

Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran

2. Isi / Materi Pembelajaran

Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama.

Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
• Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
• Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
• Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
• Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
• Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
• Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
• Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
• Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
• Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
• Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
• Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
• Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
• Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
• Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
• Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
• Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
• Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
• Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.

3. Metode atau strategi pencapain tujuan

Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual. Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok. Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.

4. Organisasi Kurikulum

Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
• Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
• Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
• Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
• Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
• Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
• Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
uan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.

5. Evaluasi Kurikulum

Komponen evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses belajar mengajar secara keseluruhan. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan.
Evaluasi kurikulum sepatutnya dilakukan secara terus menerus. Sehubungan dengan rancang bangun kurikulum ini, evaluasi dilakuka untuk mencapai dua sasaran utama, yaitu: evaluasi terhadap hasil atau produk kurikulum, dan evaluasi terhadap proses kurikulum.
Evaluasi hasil bertujuan menilai sejauh mana keberhasilan kurikulum dalam mengantarkan siswa mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi proses menilai apakah proses pelaksanaan kurikulum berjalan secara optimal, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan. Kedua macam evaluasi ini sangat penting dilakukan sebagai dasar melakukan peninjauan kembali terhadap kurikulum maupun pelaksanaannya, sehingga dapat dijadikan dasar dalam peninjauan kembali untuk mempertinggi keefektifannya. Untuk dapat melakukan evaluasi kurikulum secara lebih baik, harus dipegang prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, yaitu: evaluasi mengacu kepada tujuan, evaluasi dilakukan secara menyeluruh, dan evaluasi harus obyektif.

C. Fungsi Kurikulum

1. Fungsi Pengembangan Kurikulum.
Dalam aktivitas belajar mengajar kedudukan kurikulum sangatlah penting, karena dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat (benefits). Namun demikian, disamping kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain yaitu.
a. Fungsi Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan.
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah. Artinya bila tujuan yang dinginkan belum tercapai orang akan meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, misalnya dengan meninjau kurikulumnya.
Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut mesti dicapai secara bertingkat dan saling mendukung, sedang keberadaan kurikulum disini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan.

b. Fungsi Kurikulum bagi Anak Didik.
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yaitu suatu persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.
Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda.

c. Fungsi Kurikulum bagi Guru/Pendidik.
Guru merupakan pendidik profesional yang secara implisit telah siap untuk memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang ada di pundak para orang tua.
Adapun fungsi kurikulum bagi guru / pendidik adalah :
- Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar pada anak didik
- Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum sudah tentu tugas guru sebagai pengajar dan pendidik lebih terarah. Pendidik merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan dan merupakan salah satu komponen yang berinteraksi secara aktif dengan anak didik dalam pendidikan.


d. Fungsi Kurikulum bagi Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah dan para pembina lain adalah :
- Sebagai pedoman dalam supervisi memperbaiki situasi belajar.
- Sebagai pedoman dalam supervisi menciptakan situasi belajar anak ke arah yang lebih baik.
- Sebagai pedoman dalam supervisi kepada guru.
- Sebagai pedoman dalam administrator.
- Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar.

e. Fungsi Kurikulum bagi Orang Tua.
Kurikulum difungsikan sebagai bentuk partisipasi orang tua dalam membantu usaha sekolah memajukan putra-putrinya. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang dibutuhkan anak mereka sehingga partisipasi orang tua pun tidak kalah penting dalam menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah.

f. Fungsi bagi Sekolah
Fungsi kurikulum dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.
Pemahaman kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah pada tingkat diatasnya dapat melakukan penyesuaian di dalam kurikulum, misalnya :
- Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada sekolah dibawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya bagian tersebut diajarkan.
- Jika ketrampilan tertentu diperlukan dalam mempelajari kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada sekolah dibawahnya, sekolah dapat mempertimbangkan masuknya program ketrampilan ke dalam kurikulum.
b) Penyiapan tenaga baru.
Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah yang berada dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami kurikulum sekolah yang berada dibawahnya

g. Fungsi bagi Masyarakat dan Pemakai Lulusan Sekolah.
Dengan mengetahui kurikulum suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai kelulusan dapat melaksanakan :
- Ikut memberikan kontribusi dan memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orang tua dan masyarakat.
- Ikut memberikan kritik dan saran kontruktif dan penyempurnaan program pendidikan sekolah.
2. Peran Pengembang Kurikulum.
Kurikulum mengemban peranan penting bagi pendidikan, paling tidak ditentukan 3 jenis peranan kurikulum,antara lain:
1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatife.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai kepada generasi muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
3) Peranan kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.

D. Pengembangan Kurikulum

a. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan (2). Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.
Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalam bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2) Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
b. Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh interaksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah laku kita juga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.
c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya.
d. Kedaaan lingkungan
Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.


e. Kebutuhan Pembangunan
Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring dan didukung oleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993).
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yakni suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera.

f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

b.Prinsip-Prinsip
a. Prinsip Umum Pengembangan Kurikulum
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

b. Prinsip Khusus Pengembangan Kurikulum
1. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
– Ketentuan/kebijakan pemerintah
– Survey persepsi orang tua
– Survey pandangan para ahli
– Pengalaman negara lain
– penelitian
2. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
– Penjabaran tujuan ke dalam bentuk pengalaman belajar yang diharapkan
– Isi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
– Disusun berdasarkan urutan logis dan sistematis
3. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
– Keselarasan pemilihan metode
– Memperhatikan perbedaan individual
– Pencapaian aspek kognitif, afektif, skills
4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media
– Ketersediaan alat yang sesuai dengan situasi
– Pengorganisasian alat dan bahan
– Pengintegrasian ke dalam proses
5. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
– Kesesuaian dengan isi dan tingkat perkembangan siswa
– Waktu
– Administrasi penilaian
 
c. Faktor-Faktor Berpengaruh Pada Pengembangan Kurikulum

1. Perguruan Tinggi : Pengembang ilmu pengetahuan dan pengembang LPTK
2. Masyarakat : Sekolah harus melayani aspirasi masyarakat (terutama dunia usaha sangat berpengaruh )
3. Sistem Nilai : nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat harus terintegrasi dalam kurikulum. Masalahnya nilai-nilai tersebut heterogen dan multifaset



E. Penyempurnaan Dan Perubahan Kurikulum

Kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, oleh karena itu kurikulum harus peka dan sekaligus mampu merespon beragam perubahan dan beragam tuntutan yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di Inonesia telah mengalami beberapa kali perubahan atau pembaharuan. Mulai dari kurikulum 1968, 1975,1984,1994,2004 dan suplemennya, hingga kurikulum 2006(KTSP).
Kita tidak perlu mempermasalahkan kurikulum yang berubah-ubah. Perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi hendaknya kita sikapi secara positif, sebagai upaya untuk perbaikan proses belajar mengajar. Dan kalau kita amati memang perubahan kurikulum di Indonesia dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain bersifat penyempurnaan. Banyak orang mengatakan bahwa ”ganti menteri ganti kurikulum” hal semacam ini tidak perlu kita permasalahkan, karena pada dasarnya kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, yang berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kalau kurikulum itu bersifat statis tidak berubah, maka akan ketinggalan jaman dan pendidikanpun akan tertinggal dengan negara-negara lain.
Perubahan-perubahan atau penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundangan sebagai berikut :
1. UUD 1945 dan perubahannya
2. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN (Bab IV.E)
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
5. PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenanggan propinsi sebagai daerah otonom.







F. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

1. Pengertian
Pada kurikulum 2004 merupakan lahirnya KBK yang meliputi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), penilaian berbasis kelas, dan pengolahan kurikulum berbasis sekolah. Dalam hubungannya dengan KBM, proses belajar tidak hanya berlangsung di lingkungan sekolah tetapi juga dilingkungan keluarga dan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selama ini dipermasalahkan, karena terlambat disosialisasikan, hanya memberi kesempatan peranan orang tua dalam pelaksanaan kurikulum. Struktur pendidikan dasar dan menengah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) yang menurut Permen itu adalah :
1. Mata pelajaran.
2. Muatan local.
3. Pengembangan diri.
Jika peluang diatas dapat dimanfaatkan, banyak kesempatan untuk melibatkan orang tua siswa dalam kegiatan persekolahan. Kurikulum 2004 sangat memberi kesempatan bagi orang tua untuk peduli dan terlibat dalam proses pembelajaran sejak jenjang TK hingga pendidikan menengah dan perguruan tinggi. Selain itu sekolah juga perlu didukung oleh pemangku kepentingan (Stake Holders) seperti Komite Sekolah dan mereka yang berwawasan dalam memahami substansi dan nilai-nilai pendidikan.
Sesuai dengan aturan baru yang sudah digariskan Departemen Pendidikan Nasional, dimana penyusunan kurikulum didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) maka sekolah/madasah, sejak SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA (sederajat) dapat menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah yang bersangkutan.





2. Prinsip-prinsip pengembangan KBK
a. Berpusat Pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang Antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Komponen Utama Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen dasar yaitu: Kurikulum dan Hasil Belajar, Penilaian Berbasis Kelas, Kegiatan Belajar Mengajar, dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah, secara skematis dapat dilihat dari gambar di bawah ini:
1. Kurikulum Hasil Belajar (KHB)
Memuat perencanaan pengembangan peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai dengan usia 18 tahun. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal (TK & RA) sampai dengan kelas XII. KHB membrikan suatu rentang kompetensi dan hasil belajar siswa yang bermanfaat bagi guru pendidikan pradasar (TK & RA) sampai kelas XII SMA untuk menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa, bagaimana seharusnya mereka dievaluasi, dan bagaimana pembelajaran disusun. KHB dibagi menjadi satu (1) rumpun pengembangan TK dan RA dan 11(sebelas) rumpun pelajaran yang terdiri dari Pendidikan Asgama, Kewarganegaraan, Bahasa Indoenesia, Matematika, sains, Ilmu Sosial, Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, Kesenian, dan Pendidikan Jasmani. Keterampilan, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui penilaian terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis kelas) dengan mengumpulkan kerja siswa (fortofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis. Penilaian ini mengidentifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, dan memuat pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
3. Kegiatan Belajar Mengajar
Memuat gagasan-gagasan pokoktentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik

4. Pengelolaan Kurikulum Berbasis sekolah
Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum, pengembangan perangkat kurikulum (antara lain silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kurikulum pada hakikatnya adalah suatu rencana yang menjadi panduan dalam menyelenggarakan proses pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, suatu pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Dalam pembuatan kurikulum, harus ada komponen-komponen kurikulum serta fungsi dari kurikulum itu sendiri. Komponen-komponen kurikulum yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum adalah : tujuan, materi/isi, strategi dan media pembelajaran, organisasi dan metode, serta evaluasi.
B. SARAN
Agar tercapai tujuan pendidikan di Indonesia secara merata dan supaya mutu pendidikan di negara kita bisa lebih baik dari tahun sebelumnya sekiranya perlu diadakan pembenahan beberapa hal antara lain :
1. Ditinjau kembali isi dan tujuan dari kurikulum yang saat ini digunakan di dunia pendidikan.
2. Ditingkatkan lagi ketrampilan dalam penggunaan komputer dan internet bagi guru dan siswa pada masing-masing tingkat satuan pendidikan.
3. Lebih ditingkatkan peran aktif dan tanggung jawab pemerhati sekolah disetiap satuan pendidikan.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, Insya Allah mutu pendidikan di Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain.
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. PT Bumi Aksara: Jakarta

Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Bumi Aksara: Jakarta

Sudjana, Nana.1988. Pembinaan dan pengembangan kurikulum disekolah. Sinar Baru Algesindo: Bandung

Ali, Muhammad. 1992. pengembangan kurikulum diseklah. Sinar Baru Algesindo: Bandung

Tim penyusun MKDK. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar